Cerita dalam Almanak #4: Buah Silaturahmi

Sebelumnya

Almanak 2013
Pada tahun ini saya mendapat kesempatan buat naik gunung Salak, Bogor, setelah lama tidak naik gunung apapun. Pertama naik gunung adalah ketika kelas 2 SMP sekitar tahun 2003 bersama teman-teman pasukan khusus pramuka Al-Hidayah. Setelah itu tahun 2011 ke gunung Galunggung, tapi Galunggung lebih mirip bukit daripada gunung, waktu itu saya dan teman-teman bawa mobil sampai dasar anak tangga Galunggung.
Berbasah-basah di Gunung Salak


Pada kesempatan ke gunung salak itu saya mendapatkan banyak kenalan orang-orang hebat, di antaranya adalah seorang yang bernama Wahid Darmawantoro, seorang ustadz yang jago bisnis, pada saat itu dia berada di beberapa semester di atas saya di LIPIA. Saya bersama-sama teman tidak bisa sampai puncak Salak karena sedang ada hujan badai, makanan habis, dan intinya tidak ada perlengkapan yang memadai. Akhirnya turun tanpa sampai di puncak.

Pada Februari tahun tersebut pula saya kembali masuk LIPIA setelah cuti selama satu semester. Pada tahun ini juga saya mulai penelitian skripsi untuk di UIJ. Setelah galau sekitar 5 kali pengajuan proposal judul, akhirnya skripsi bisa mulai digarap juga.   

Kuliah di LIPIA lancar, Alhamdulillah, semester 2 mendapat nilai Jayyid (baik; nilai rata-rata di atas 70). Dan artinya saya masuk syariah semester 3 di LIPIA. Sementara itu skripsi berjalan dengan aduhai. Maret 2013 penelitian skripsi mulai dikerjakan, pergi sana, pergi sini, cari referensi, ke Perpustakaan LIPIA, UI, UIN, semua diakses. Skripsi saya meneliti kegiatan ekstrakuriler Muhadhoroh (baca: pidato; presentasi; ceramah; dsb) dan pengaruhnya terhadap kemampuan berbicara bahasa Arab siswa. Referensi yang paling utama dan paling berkesan membacanya adalah buku Limaadza Nakhsya Al-Ilqa? (Kenapa kita takut pidato?), Karya Abdullah Al-Baabithiin, diterbitkan di Riyadh, Saudi Arabia. Dan akhirnya pertengahan Agustus 2013, bertepatan dengan pertengah Ramadhan pula, skripsi saya disidangkan, dan hasilnya, booom!!! Nilai saya Cumlaude. IPK 3.67, Alhamdulillah.  

Saya kembali pada aktifitas di LIPIA seperti sebelumnya, dengan beberapa tempat ngajar saya di sekitar Jakarta dan Depok. Sementara di UIJ saya hanya mengurusi beberapa berkas saja untuk melengkapi persyaratan Ijazah dan wisuda.

September 2013, berbekal dari perkenalan dengan Wahid ketika di gunung Salak, akhirnya saya mulai pindah tempat tinggal ke daerah Cinere, Depok, untuk mengurus Muhammad Al-Fatih Islamic Boarding (selanjutnya kita sebut saja: boarding) yang memfasilitasi anak-anak Sekolah Alam Indonesia (SAI), Rawa Kopi, untuk belajar Al-Quran dan bahasa Arab. Waktu dinas dari setelah ashar, sepulang anak-anak dari SAI, sampai jam 7 pagi, waktu anak-anak berangkat ke SAI.  
Bersama tim Boarding di Masjid Az-Zikra, Sentul, 

Semua berjalan luar biasa, saya jadi punya uang jajan lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Gajian tiap bulan, makan gratis, tempat tinggal gratis. Beruntung sekali rasanya. Itulah faidah silaturahmi.

***
Hingga tiba di bulan Desember 2013, mendekati ujian akhir semester 3 LIPIA, dengan beberapa pertimbangan saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari kampus tersebut. Keputusan yang membuahkan beraneka ragam tanggapan dari teman-teman saya. Ada yang menyayangkan dan ada yang menghormati keputusan saya tersebut, semua punya pandangan masing-masing.

Setidaknya ada 3 alasan kenapa saya mengundurkan diri dari LIPIA. Banyak sekali yang bertanya tentang alasan saya pada saat itu, tapi biasa saya jawab dengan jawaban yang seadanya, hanya kepada orang-orang tertentu saja saya jawab secara rinci. Saya akan jawab di sini sejujur-jujurnya dan sedetail-detailnya:

Pertama, saya berniat mendalami ilmu linguistik, saya merencanakan untuk mendaftar di S2 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, jurusan Ilmu Linguistik.

Kedua, saya ingin mandiri secara finansial. Saya berencana untuk mendaftar kerja, target saya waktu itu adalah menjadi reporter di MetroTV, karena selain menjadi penulis, menjadi reporter adalah salah satu cita-cita saya. Salah satu syarat mendaftar adalah maksimal umur 25 tahun, maka saya tidak ingin ketinggalan.

 Ketiga, nilai saya di LIPIA meskipun sudah ada kenaikan, tapi nilai semester 1 yang kelewat buruk akan menyebabkan akumulasi nilai keseluruhan tetap rendah membuat saya benar-benar putus asa.

Harus saya akui, pada saat itu saya terlalu score oriented, padahal nilai rendah tidak selamanya berarti pemiliknya bodoh, bisa jadi nilai rendah karena pemiliknya terlalu pemalas atau bisa saja karena terlalu sibuk, atau karena ‘agak’ bodoh, bukan bodoh. Sama saja, sih, memang. 

Yasudahlah. Pada akhir Desember itu pun saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari boarding, saya ingin fokus pada rencana-rencana saya ke depan. Semua dilalui dengan penuh harapan dan keberanian. Tahun 2013 adalah termasuk tahun di mana saya banyak menemukan perubahan pada haluan hidup saya. Pengunduran diri dari LIPIA adalah keputusan terberani dalam hidup saya terlepas dari untung atau ruginya. Tahun yang keras. Tahun yang luar biasa. It changed something of me.


Postingan populer dari blog ini

Contoh Job Interview Berbahasa Inggris dan Tips Cara Menjawabnya

Bagaimana bisa bekerja di Kedutaan Besar RI di Luar Negeri?

Nilai Anak Anda Merah, Kenapa Harus Marah?