Catatan dalam Almanak #1: Petuah Sang Kyai

Catatan dalam Almanak
Bulan Januari 2016 sudah lewat. Beberapa pekan yang lalu seperti biasa hingar bingar mereka yang menganggap perlu merayakan pergantian tahun. Sampai saat ini saya belum mendapatkan alasan yang pas kenapa tahun baru harus dirayakan. Saya sedang tidak ingin membahas tentang hukum merayakan tahun baru. Saya hanya ingin menerawang ke belakang dalam rangka refleksi dan introspeksi tentang banyak hal yang terjadi tiap tahun pada beberapa tahun terakhir. Pasti kita melalui hal-hal yang berbeda pada tiap tahun yang kita lewati. Barangkali kita bisa mendapat pelajaran barang sedikit. Setidaknya yang akan saya tulis adalah masa-masa setelah saya lulus pesantren. Mari kita mulai!



Almanak 2008
Tahun itu saya lulus Pondok Pesantren Modern Al-Hidayah, Rangkasbitung-Banten setelah 6 tahun menuntut ilmu di sana, dari jenjang Madrasah Tsanawiyah hingga Sekolah Menengah Atas. Dari kecil sehingga dewasa. Melewati masa akil balig di sana. Masuk pesantren tahun 2002 dan lulus tahun 2008. Dari umur 12 tahun hingga umur 18 tahun. Waktu yang cukup untuk membuat saya selalu rindu tempat itu, bahkan sampai hari ini.

Setelah lulus, saya diamanahi oleh Pak Kyai untuk pengabdian selama satu tahun di almamater saya tersebut. Itu artinya, dengan pengabdian tersebut saya melewati 7 tahun di pesantren. Tahun 2008 adalah tahun di mana saya mulai boleh punya handphone sendiri, mulai mempunyai nama depan “ustadz” karena saya mengabdi di pesantren maka semuda apapun kita akan dipanggil sebagai ustadz. “Ustadz Taufiq Akbar – Language Advisory Council


***

Almanak 2009
Setelah pengabdian dimulai sejak Juli 2008, sekitar awal Februari 2009 kakak saya yang sedang berkuliah di UIN Jakarta mengabari saya tentang pendaftaran kuliah di LIPIA (lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) di Jakarta. Untuk belajar di sana saya harus melalui beberapa tes. Pertama tes berkas. Tes berkas lulus maka dilanjutkan dengan tes kedua yaitu tes tulis. Tes tulis lulus maka dilanjutkan dengan ketiga yaitu tes wawancara. Semua tes lulus maka selamat datang di LIPIA, kuliah gratis dengan uang saku tiap bulan.

Senang rasanya bisa diterima kuliah di lembaga internasional, diajar oleh dosen-dosen mumpuni dari Saudi Arabia, Mesir, Sudan, Suriah dan Indonesia. Tapi yang menjadi bahan pertimbangan saya waktu itu adalah masa pengabdian yang belum selesai. Masa pengabdian saya berakhir pada Juni 2009, artinya masih ada sekitar 5 bulan lagi yang harus dilalui.

Waktu itu hari Jum’at, 13 Februari 2009 pengumuman kelulusan LIPIA, dan pada hari Senin, 16 Februari 2009 perkuliahan dimulai, dari Senin sampai Jum’at, dari pukul 07.00 s/d 12.00. saya masuk program I’dad lughowi (baca: persiapan bahasa). Uang saku 100 Riyal tiap bulan.
Saya bingung harus ambil atau tidak, karena saya juga masih terikat pengabdian. Pada saat bingung seperti itu akhirnya saya merencanakan untuk menghadap Pak Kyai dan menceritakan apa yang terjadi. Saya hanya meminta kebijakan dari beliau, jika diizinkan kuliah maka saya kuliah, jika tidak dan harus menyelesaikan pengabdian terlebih dahulu maka saya akan patuh.
Akhirnya di hari Sabtu, selepas ashar saya menghadap ke Pak Kyai dan kesimpulan yang didapat kurang lebih seperti ini:

“Ustadz senang dengan diterimanya Taufiq di LIPIA. Itu adalah sebuah prestasi dan hak alumni untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Harus diambil. Silahkan kuliah di sana. Dan terkait pengabdian itu adalah kewajiban yang tetap harus dilaksanakan.”

Saya mulai bingung dengan statement Pak Kyai, saya boleh kuliah tapi tetap pengabdian. Bagaimana bisa? Tapi tidak lama berselang Pak Kyai langsung meneruskan.

“Tetap mengajar di sini meskipun sedang kuliah di Jakarta. Bagaimanapun caranya. Bisa sabtu minggu saja atau bagaimanapun.”
***

Pada Ahad sore akhirnya saya berangkat ke Jakarta dengan kak Adi, senior di LIPIA asal Rangkasbitung menggunakan kereta api. Meskipun sabtu ahad tetap harus ke pesantren untuk mengajar, tapi sore itu rasanya sangat berat. Meninggalkan beberapa mata pelajaran yang saya ajar dan diserahkan ke teman asatidz (baca: guru-guru) yang lain di pesantren. Saya beberapa kali memohon maaf dan berterima kasih kepada kawan-kawan yang sudah bersedia menanggung tugas-tugas yang sebenarnya diamanahkan kepada saya pada waktu itu.

Kereta api mengantarkan saya kepada Jakarta, dengan bau, suara, dan hingar bingarnya yang khas. Pada tahun tersebut saya mendapatkan kawan-kawan baru dari seluruh pelosok nusantara dan beberapa sahabat luar nusantara. Memahami cara komunikasi dengan dosen-dosen Timur Tengah dan Afrika. Menjadi anak kost. Kesimpulannya, tahun 2009 adalah termasuk tahun di mana saya mengalami perubahan besar dalam hidup. 

Oya pada tahun itu saya tinggal di daerah Pejaten, dan mall Pejaten Village masih dalam tahap pembangunan dan baru buka beberapa bulan setelah saya tinggal di sana. Dan harga tiket bioskop XXI-nya hanya Rp. 15.000,- untuk hari biasa.

Postingan populer dari blog ini

Contoh Job Interview Berbahasa Inggris dan Tips Cara Menjawabnya

Bagaimana bisa bekerja di Kedutaan Besar RI di Luar Negeri?

Nilai Anak Anda Merah, Kenapa Harus Marah?